Selasa, 28 Juni 2016

DAMPAK BREXIT TERHADAP EKKONOMI INGGRIS, BEBERAPA KAWASAN ASIA, DAN PASAR SAHAM

1.      Dampak Berantai Ekonomi Inggris Keluar dari Uni Eropa
Dikutip dari bbc.com (27 Juni 2016), dalam waktu dekat Inggris ditaksir akan mengalami efek domino di bidang ekonomi skala besar akibat keluar dari Uni Eropa, yang selama ini memungkinkan pergerakan bebas barang dan manusia. Dampak buruk ekonomi itu tidak hanya dalam kaitan antara Inggris dan 27 negara anggota Uni Eropa, tetapi juga antara Inggris dengan negara-negara di luar Eropa. Hal itu disampaikan oleh dosen senior SOAS, Universitas London, Dr Ben Murtagh, yang fasih berbahasa Indonesia dari Departemen Asia Tenggara.

Menteri urusan bisnis Inggris, Sajid Javid, telah mengeluarkan seruan agar dunia usaha tidak panik menyusul hasil referendum yang menunjukkan mayoritas rakyat Inggris memilih keluar dari Uni Eropa atau sering disebut 'Brexit'.
"Fundamental ekonomi kita tetap kuat. Fundamental-fundamental itu cukup kuat untuk menghadapi volatilitas pasar jangka pendek," tegasnya.

Namun menurut Dr Murtagh, sebagaimana diungkapkan oleh sejumlah kalangan lain- persoalan ekonomi yang menghadang Inggris jauh lebih besar dibandingkan dengan kehadiran imigran di negara ini. Dan masalah ekonomi ini punya efek domino.

Ketakutan itu, lanjutnya, tidak hanya dirasakan oleh kalangan akademisi dari negara-negara Uni Eropa tetapi juga mereka dari luar Eropa, antara lain karena adanya ketidakpastian masa depan proyek-proyek akademis yang sedang berlangsung.

Hal senada juga disampaikan oleh peneliti pada Lembaga Perubahan Sosial, Universitas Manchester, Dr Gindo Tampubulon.
"Jangka pendeknya memang jelek. Kita sudah melihat bahwa ada kontrak-kontrak dari Eropa yang kemudian diputuskan, lantas karyawannya direlokasi. Dan buat saya sendiri yang punya beberapa proyek bersama Eropa, kita ketar-ketir apakah proyek ini pada tahun kedua atau tahun ketiga akan tetap dijalankan seperti rencana."

Stabilitas baru, menurutnya, bisa terwujud dalam tempo dua tahun mendatang jika para pemimpin baik kubu Keluar maupun Tetap di Uni Eropa memberikan jalan keluar jelas tentang apa yang bisa dipertahankan dan apa yang bisa diubah.

Arah menuju kemungkinan keterpurukan ekonomi itu dapat dilihat dari pergerakan pasar keuangan begitu hasil referendum diumumkan pada Jumat (24/06). Saham-saham berjatuhan dan mata uang Inggris pound sterling turut anjlok.

Dalam perdagangan Senin (27/06), mata uang pound sterling menyentuh titik terendah selama 31 terakhir terhadap dolar.

2.      Dampak “Brexit” bagi Negara-Negara di Asia
Dikutip dari kompas.com (26 Juni 2016), referendum yang memutuskan Inggris keluar dari Uni Eropa dalam sekejap melemahkan kinerja nilai tukar mata uang dan pasar saham Asia. Namun, apa saja sebenarnya dampak Brexit bagi Asia?

Pemerintah Jepang, Korea Selatan, dan India menyatakan tidak banyak dampak Brexit terhadap perekonomian riil mereka. Ketiga negara pun berupaya meyakinkan para investor dan menenangkan pasar.

Namun demikian, banyak pengamat dan analis menyatakan dampak langsung Brexit terhadap ekonomi-ekonomi Asia tidak terlalu signfikan dalam jangka panjang. Hal ini dapat dilihat dari persentase ekspor ke Inggris terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

"Dalam persentase, ekspor ke Inggris berkisar antara 2 sampai 3 persen untuk negara seperti Hong Kong dan Vietnam, bahkan lebih rendah, yakni 0,2 sampai 1 persen bagi negara-negara lainnya, termasuk Malaysia dan Indonesia," kata ekonom OCBC Wellian Wiranto seperti dikutip dari BBC, Minggu (26/6/2016).

Akan tetapi, bisnis di beberapa negara utama Asia, dalam hal ini adalah Jepang dan India, akan berdampak. Misalnya saja, beberapa produsen mobil besar Jepang seperti Toyota telah menyatakan pilihan Inggris untuk meninggalkan Uni Eropa dapat berdampak pada 10 persen bea terhadap mobil pabrikan Inggris yang dijual di Uni Eropa. Saat ini, Toyota mengekspor hampir 90 persen mobil produksi pabriknya di Inggris. Adapun tiga perempatnya diekspor ke Uni Eropa saja.

Perusahaan elektronik Jepang Hitachi pun menyatakan bakal mempertimbangkan kembali operasionalnya di Inggris menyusul Brexit.

Sementara itu, India yang fokus pada perusahaan teknologi mengekspor seperempat dari total produk TI ke Inggris dan Eropa, dengan nilai sekitar 30 miliar dollar AS.

Ada pula Tata Group, perusahaan India yang telah beroperasi di Inggris sejak tahun 1907.

Dampak terhadap Indonesia Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo menyatakan, dampak Brexit terhadap Indonesia tidak terlalu signifikan. Pasalnya, hubungan ekonomi dan perdagangan Indonesia dengan Inggris tidak terlalu besar.

"Karena sekarang ekspor dan impor Indonesia dengan Inggris belum terlalu besar. Kami lihat dampaknya tidak terlalu besar, jadi masih bisa kami jaga," jelas Agus.

Namun demikian, Agus mengungkapkan bank sentral terus mengamati proses negosiasi antara Inggris dengan Uni Eropa pasca Brexit. Agus menjelaskan, proses ini setidaknya bisa memakan waktu 2 tahun.

"Hasil referendum Inggris keluar dari Uni Eropa tidak langsung otomatis. Inggris harus membuat permintaan ke Uni Eropa untuk keluar. Ada proses negosiasi, dibicarakan tarif, migrasi, non tarif barrier. Perlu 2 tahun, implikasinya biasanya jangka panjang," terang Agus.

3.      Dampak “Brexit” Terhadap Pasar Saham
Berdasarkan ulasan diposkan.com (29 Juni 2016), pasar saham kembali membaik setelah anjlok dampak brexit. Hal tersebut dapat dilihat dari indeks saham Eropa dan Amerika Serikat yang mengalami rebound pada perdagangan saham Selasa (28/6) sore waktu setempat atau Rabu (29/6) pagi waktu Indonesia barat (WIB). Sebelumnya, pada perdagangan Jumat dan Senin, indeks saham global melorot tajam akibat kejutan hasil referendum Inggris dengan hasil Inggris keluar dari Uni Eropa yang dikenal sebagai Brexit.

Selain itu, mata uang poundsterling yang sempat turun hingga 11 persen dan mencapai level terendah dalam 31 tahun, juga mulai menguat pada perdagangan Selasa.  Meskipun begitu, Brexit tetap membayangi pasar dengan adanya kabar akan bertemunya para pimpinan blok ‘Leave” dan blok “in” dalam pertemuan pertama pasca voting, di Brussel.

Menteri Keuangan Inggris George Osborne, mengatakan Inggris harus memangkas pengeluaran dan meningkatkan pajak untuk menstabilkan perekonomian setelah tiga lembaga kredit menurunkan rating utang Inggris.

“Ketidakpastian yang masih melingkupi bisa jadi faktor yang menyeret penurunan dalam beberapa bulan mendatang, seperti kejutan-kejutan lain dalam 5 tahun terakhir,” kata  Jeffrey Kleintop, chief global investment strategist di Charles Schwab & Co., Inc seperti yang dilansir dari Kompas.com.

Walaupun begitu, aksi jual saham mulai mereda di Selasa, dimana saham Eropa FTEU3 naik 2,4 persen, meningkat dari penurunan 10 persen pada saat referendum.  Saham perbankan mulai pulih dan menjadi pendorong kenaikan indeks secara keseluruhan. Indeks keuangan S&P, SPSY, naik 2,47 persen.

Britain’s Lloyds dan Barclays masing-masing naik 7,43 persen dan 3,38 persen. UniCredit dari Italia naik 1,52 persen dan bankia dari Spanyol naik 8,24 persen. Sementara di pasar saham Amerika Serikat (AS) di Wall Street, Indeks Dow Jones naik 269,48 poin atau naik 1,57 persen ke level 17.409,72.

Indeks S&P 500 naik 35,55 poin atau naik 1,78 persen ke level 2.036,09. sementara indeks Nasdaq Composite naik 97,42 poin atau naik 2,12 persen ke level 4.691,87. Begitu juga dengan nilai tukar poundsterling juga rebound dengan kenaikan 1,5 persen dari penurunan hingga 11 persen setelah referendum Inggris.

Poundstreling naik 0,86 persen terhadap dollar AS dan ditutup di 1.334 dollar AS per GBP. Pound juga naik 2,32 persen ke 137,02 melawan Yen.

Sumber:

  1. http://www.bbc.com/indonesia/majalah/2016/06/160627_dunia_inggris_ekonomi
  2. http://www.bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/06//26/121500026/sebenarnya.apa.saja.dampak.brexit.bagi.asia
  3. http://www.diposkan.com/2910559/pasar-saham-kembali-membaik-setelah-anjlok-dampak-brexit/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar