1.
Dampak Berantai Ekonomi Inggris Keluar dari Uni
Eropa
Dikutip dari bbc.com
(27 Juni 2016), dalam waktu dekat Inggris ditaksir akan mengalami efek domino
di bidang ekonomi skala besar akibat keluar dari Uni Eropa, yang selama ini
memungkinkan pergerakan bebas barang dan manusia. Dampak buruk ekonomi itu
tidak hanya dalam kaitan antara Inggris dan 27 negara anggota Uni Eropa, tetapi
juga antara Inggris dengan negara-negara di luar Eropa. Hal itu disampaikan
oleh dosen senior SOAS, Universitas London, Dr Ben Murtagh, yang fasih
berbahasa Indonesia dari Departemen Asia Tenggara.
Menteri urusan bisnis
Inggris, Sajid Javid, telah mengeluarkan seruan agar dunia usaha tidak panik
menyusul hasil referendum yang menunjukkan mayoritas rakyat Inggris memilih
keluar dari Uni Eropa atau sering disebut 'Brexit'.
"Fundamental
ekonomi kita tetap kuat. Fundamental-fundamental itu cukup kuat untuk
menghadapi volatilitas pasar jangka pendek," tegasnya.
Namun menurut Dr
Murtagh, sebagaimana diungkapkan oleh sejumlah kalangan lain- persoalan ekonomi
yang menghadang Inggris jauh lebih besar dibandingkan dengan kehadiran imigran
di negara ini. Dan masalah ekonomi ini punya efek domino.
Ketakutan itu,
lanjutnya, tidak hanya dirasakan oleh kalangan akademisi dari negara-negara Uni
Eropa tetapi juga mereka dari luar Eropa, antara lain karena adanya
ketidakpastian masa depan proyek-proyek akademis yang sedang berlangsung.
Hal senada juga
disampaikan oleh peneliti pada Lembaga Perubahan Sosial, Universitas Manchester,
Dr Gindo Tampubulon.
"Jangka pendeknya
memang jelek. Kita sudah melihat bahwa ada kontrak-kontrak dari Eropa yang
kemudian diputuskan, lantas karyawannya direlokasi. Dan buat saya sendiri yang
punya beberapa proyek bersama Eropa, kita ketar-ketir apakah proyek ini pada
tahun kedua atau tahun ketiga akan tetap dijalankan seperti rencana."
Stabilitas baru,
menurutnya, bisa terwujud dalam tempo dua tahun mendatang jika para pemimpin
baik kubu Keluar maupun Tetap di Uni Eropa memberikan jalan keluar jelas
tentang apa yang bisa dipertahankan dan apa yang bisa diubah.
Arah menuju kemungkinan
keterpurukan ekonomi itu dapat dilihat dari pergerakan pasar keuangan begitu
hasil referendum diumumkan pada Jumat (24/06). Saham-saham berjatuhan dan mata
uang Inggris pound sterling turut anjlok.
Dalam perdagangan Senin
(27/06), mata uang pound sterling menyentuh titik terendah selama 31 terakhir
terhadap dolar.
2.
Dampak “Brexit” bagi Negara-Negara di Asia
Dikutip dari kompas.com
(26 Juni 2016), referendum yang memutuskan Inggris keluar dari Uni Eropa dalam
sekejap melemahkan kinerja nilai tukar mata uang dan pasar saham Asia. Namun,
apa saja sebenarnya dampak Brexit bagi Asia?
Pemerintah Jepang,
Korea Selatan, dan India menyatakan tidak banyak dampak Brexit terhadap
perekonomian riil mereka. Ketiga negara pun berupaya meyakinkan para investor
dan menenangkan pasar.
Namun demikian, banyak
pengamat dan analis menyatakan dampak langsung Brexit terhadap ekonomi-ekonomi
Asia tidak terlalu signfikan dalam jangka panjang. Hal ini dapat dilihat dari
persentase ekspor ke Inggris terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
"Dalam persentase,
ekspor ke Inggris berkisar antara 2 sampai 3 persen untuk negara seperti Hong
Kong dan Vietnam, bahkan lebih rendah, yakni 0,2 sampai 1 persen bagi
negara-negara lainnya, termasuk Malaysia dan Indonesia," kata ekonom OCBC
Wellian Wiranto seperti dikutip dari BBC, Minggu (26/6/2016).
Akan tetapi, bisnis di
beberapa negara utama Asia, dalam hal ini adalah Jepang dan India, akan
berdampak. Misalnya saja, beberapa
produsen mobil besar Jepang seperti Toyota telah menyatakan pilihan Inggris
untuk meninggalkan Uni Eropa dapat berdampak pada 10 persen bea terhadap mobil
pabrikan Inggris yang dijual di Uni Eropa. Saat ini, Toyota
mengekspor hampir 90 persen mobil produksi pabriknya di Inggris. Adapun tiga
perempatnya diekspor ke Uni Eropa saja.
Perusahaan elektronik
Jepang Hitachi pun menyatakan bakal mempertimbangkan kembali operasionalnya di
Inggris menyusul Brexit.
Sementara itu, India
yang fokus pada perusahaan teknologi mengekspor seperempat dari total produk TI
ke Inggris dan Eropa, dengan nilai sekitar 30 miliar dollar AS.
Ada pula Tata Group,
perusahaan India yang telah beroperasi di Inggris sejak tahun 1907.
Dampak terhadap
Indonesia Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo menyatakan, dampak
Brexit terhadap Indonesia tidak terlalu signifikan. Pasalnya, hubungan ekonomi
dan perdagangan Indonesia dengan Inggris tidak terlalu besar.
"Karena sekarang
ekspor dan impor Indonesia dengan Inggris belum terlalu besar. Kami lihat
dampaknya tidak terlalu besar, jadi masih bisa kami jaga," jelas Agus.
Namun demikian, Agus
mengungkapkan bank sentral terus mengamati proses negosiasi antara Inggris
dengan Uni Eropa pasca Brexit. Agus menjelaskan, proses ini setidaknya bisa
memakan waktu 2 tahun.
"Hasil referendum
Inggris keluar dari Uni Eropa tidak langsung otomatis. Inggris harus membuat
permintaan ke Uni Eropa untuk keluar. Ada proses negosiasi, dibicarakan tarif,
migrasi, non tarif barrier. Perlu 2 tahun, implikasinya biasanya jangka
panjang," terang Agus.
3.
Dampak “Brexit” Terhadap Pasar Saham
Berdasarkan ulasan
diposkan.com (29 Juni 2016), pasar saham kembali membaik setelah anjlok dampak
brexit. Hal tersebut dapat dilihat dari indeks saham Eropa dan Amerika Serikat
yang mengalami rebound pada perdagangan saham Selasa (28/6) sore waktu setempat
atau Rabu (29/6) pagi waktu Indonesia barat (WIB). Sebelumnya, pada perdagangan
Jumat dan Senin, indeks saham global melorot tajam akibat kejutan hasil
referendum Inggris dengan hasil Inggris keluar dari Uni Eropa yang dikenal
sebagai Brexit.
Selain itu, mata uang
poundsterling yang sempat turun hingga 11 persen dan mencapai level terendah
dalam 31 tahun, juga mulai menguat pada perdagangan Selasa. Meskipun begitu, Brexit tetap membayangi
pasar dengan adanya kabar akan bertemunya para pimpinan blok ‘Leave” dan blok
“in” dalam pertemuan pertama pasca voting, di Brussel.
Menteri Keuangan
Inggris George Osborne, mengatakan Inggris harus memangkas pengeluaran dan
meningkatkan pajak untuk menstabilkan perekonomian setelah tiga lembaga kredit
menurunkan rating utang Inggris.
“Ketidakpastian yang masih melingkupi bisa jadi faktor yang menyeret penurunan dalam beberapa bulan
mendatang, seperti kejutan-kejutan lain dalam 5 tahun terakhir,” kata Jeffrey Kleintop, chief global investment
strategist di Charles Schwab & Co., Inc seperti yang dilansir dari
Kompas.com.
Walaupun begitu, aksi
jual saham mulai mereda di Selasa, dimana saham Eropa FTEU3 naik 2,4 persen,
meningkat dari penurunan 10 persen pada saat referendum. Saham perbankan mulai pulih dan menjadi
pendorong kenaikan indeks secara keseluruhan. Indeks keuangan S&P, SPSY,
naik 2,47 persen.
Britain’s Lloyds dan
Barclays masing-masing naik 7,43 persen dan 3,38 persen. UniCredit dari Italia
naik 1,52 persen dan bankia dari Spanyol naik 8,24 persen. Sementara di pasar
saham Amerika Serikat (AS) di Wall Street, Indeks Dow Jones naik 269,48 poin
atau naik 1,57 persen ke level 17.409,72.
Indeks S&P 500 naik
35,55 poin atau naik 1,78 persen ke level 2.036,09. sementara indeks Nasdaq
Composite naik 97,42 poin atau naik 2,12 persen ke level 4.691,87. Begitu juga
dengan nilai tukar poundsterling juga rebound dengan kenaikan 1,5 persen dari
penurunan hingga 11 persen setelah referendum Inggris.
Poundstreling naik 0,86
persen terhadap dollar AS dan ditutup di 1.334 dollar AS per GBP. Pound juga
naik 2,32 persen ke 137,02 melawan Yen.
Sumber:
- http://www.bbc.com/indonesia/majalah/2016/06/160627_dunia_inggris_ekonomi
- http://www.bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/06//26/121500026/sebenarnya.apa.saja.dampak.brexit.bagi.asia
- http://www.diposkan.com/2910559/pasar-saham-kembali-membaik-setelah-anjlok-dampak-brexit/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar